ASUHAN
KEPERAWATAN HERPES
Firman Nur
Rahman
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A. Definisi
Herpes
zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
Herpes
zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
Herpes
zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella – Zoster
yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral,
dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu
ganglion saraf sensoris.
Herpes
simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens
Penyakt
infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan
2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat
kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering
terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena
patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering
berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner
Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)
B. Epidemiologi
Herpes
zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka penderita antara
laki-laki dan perempuan, angka penderita meningkat dengan peningkatan usia. Di
negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di
Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes
zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela
zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap
hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh
menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah
20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11
bulan.
Sedangkan
epidemiologi Herpes simpleks virus tipe II ditemukan pada wanita pelacur 10x
lebih tinggi daripada wanita normal. Sedangkan HSV tipe I sering dijumpai pada
kelompok dengan sosioekonomi rendah.
C. Klasifikasi
Herpes
zoster dapat dibedakan menjadi :
a) Herpes
zoster generalisata
Adalah
herpes yang unilateral dan segmental ditambah dengan penyebaran secara
generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
b) Herpes
zoster oftalmikus
Adalah
herpes zoster yang didalamnya terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus
yang menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persyarafan.
Berdasarkan
perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi
dua tipe yaitu :
a) Virus
herpes simpleks tipe 1
Menyebabkan
infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut,
meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini
biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar
seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
b) Virus
herpes simpleks tipe 2
Hampir
secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan
sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
Secara
periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali
menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi
sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan
yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.
D. Etiologi
Herpes
zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster .
virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan
diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap
dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat
infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic
, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa
inkubasinya 14–21 hari.
a)
Faktor Resiko Herpes zoster
1) Usia
lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula
resiko terserang nyeri.
2) Orang
yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.
3) Orang
dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Orang
dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
b) Factor
pencetus kambuhnya Herpes zoster
1) Trauma
/ luka
2) Kelelahan
3) Demam
4) Alkohol
5) Gangguan
pencernaan
6) Obat
– obatan
7) Sinar
ultraviolet
8) Haid
9) Stress
Secara umum,
penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
1) Herpes
Virus Hominis (HVH).
2) Herpes
Simplex Virus (HSV)
3) Varicella
Zoster Virus (VZV)
4) Epstein
Bar Virus (EBV)
5) Citamoga
lavirus (CMV)
Namun yang
paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan
tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan
kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu
proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada
alat kelamin luar.
Perbedaan
HSV tipe I dengan tipe II
|
HSV tipe I
|
HSV tipe II
|
Predileksi
|
Kulit dan mukosa di luar
|
Kulit dan mukosa daerah genetalia
dan perianal
|
Kultur pada chorioallatoic membran (CAM) dari telur ayam
|
Membentuk bercak kecil
|
Membentuk pock besar dan tebal
|
Serologi
|
Antibodi terhadap HSV tipe I
|
Antibodi terhadap HSV tipe II
|
Sifat lain
|
Tidak bersifat onkogeni
|
Bersifat onkogeni
|
Faktor
pencetus replikasi virus penyebab herpes simpleks :
a) Herpes
oro-labial.
Suhu
dingin.
Panas
sinar matahari.
Penyakit
infeksi (febris).
Kelelahan.
Menstruasi.
b) Herpes
Genetalis
Faktor
pencetus pada herpes oro-labial.
Hubungan
seksual.
Makanan
yang merangsang.
Alcohol.
c) Keadaan
yang menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
Penyakit
DM berat.
Kanker.
HIV.
Obat-obatan
(Imunosupresi, Kortikosteroid).
Radiasi.
E. Manifestasi
Kliniks
Herpes
zoster
a) Gejala
prodomal
Keluhan
biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari.
Gejala
yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash,
kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau
tertusuk), gatal dan kesemutan.
Nyeri
bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul.
Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
Gejala
yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya,
pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi
penglihatan dan lain – lain.
b) Timbul
erupsi kulit
Kadang
terjadi limfadenopati regional
Erupsi
kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
Lesi
dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–papul dan dalam
waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental
juga menghilang
Lesi
baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai hari ke 7
Erupsi
kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut
(pitted scar)
Pada
lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive
terhadap nyeri yang dialami.
Herpes simpleks
Masa
inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang
kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung
dalam 3 fase, yakni:
1) Fase
Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
Dapat
terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
Diawali
dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
Kemudian
timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah sehingga menimbulkan
perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang kemerahan (eritematus), dan
nyeri.
Selanjutnya
dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan nyeri otot.
Terjadi
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang Herpes
genitalis.
2) Fase
Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang
yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun kekambuhan
terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor pencetus,
misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan perlukaan setelah
hubungan intim.
Pada
infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih ringan.
Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh
(unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya dapat
hilang dalam 5 hingga 7 hari.
Sebelum
muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan nyeri.
3) Fase Laten
Fase ini
berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat ditemukan dlm
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
F. Patofisiologi
Herpes
zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini
pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi
dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas
dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo
Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat
viremianya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan
mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau
lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama
antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang
laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi
tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus
sehingga terjadi herpes zoster.
Patofisiologi
herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :
Infeksi
primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari
perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
Reaktivitas
infeksi herpes virus laten dalam otak.
Pada
neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari secret
genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes
zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis
dan herps simplex :
1) Tzanck
Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.
2) Kultur
dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis
herpes virus
3) Immunofluororescent
: mengidentifikasi varicella di sel kulit
4) Pemeriksaan
histopatologik
5) Pemerikasaan
mikroskop electron
6) Kultur
virus
7) Identifikasi
anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8) Deteksi
antibody terhadap infeksi virus
Pemeriksaan
penunjang untuk infeksi HSV (herpes simpleks virus dapat dilakukan secara virologi
maupun serologi, masing-masing contoh pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
a) Virologi
1) Mikroskop
cahaya. Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan pada permukaan
mukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz
inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel yang membesar
menyerupai balon (ballooning) dan ditemukan fusi. Pada percobaan Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan
inklusi intranuklear.
2) Pemeriksaan
antigen langsung (imunofluoresensi). Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam
aseton yang dibekukan. Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan cahaya
elektron (90% sensitif, 90% spesifik) tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat
dicocokkan dengan kultur virus.
3) PCR,
Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih sensitif dibandingkan kultur
viral tradisional (sensitivitasnya >95 %, dibandingkan dengan kultur yang
hanya 75 %). Tetapi penggunaannya dalam mendiagnosis infeksi HSV belum
dilakukan secara reguler, kemungkinan besar karena biayanya yang mahal. Tes ini
biasa digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena hasilnya yang lebih
cepat dibandingkan kultur virus.6
4) Kultur
Virus, Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara
yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan cara-cara
lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari. Jika tes ini (+), hampir 100%
akurat, khususnya jika cairan berasal dari vesikel primer daripada vesikel
rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi
sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Sejak virus sulit
untuk berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara ini memiliki kekurangan
karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal.
b) Serologi
Pemeriksaan
serologi ini direkomendasikan kepada orang yang mempunyai gejala herpes genital
rekuren tetapi dari hasil kultur virus negatif, sebagai konfirmasi pada orang-orang
yang terinfeksi dengan gejala- gejala herpes genital, menentukan apakah
pasangan seksual dari orang yang terdiagnosis herpes genital juga terinfeksi
dan orang yang mempunyai banyak pasangan sex dan untuk membedakan dengan jenis
infeksi menular sexual lainnya. Sample pada pemeriksaan serologi ini diambil
dari darah atau serum. Pemeriksaannya dapat berupa :
1) ELISA,
Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan antibodi,
dimana antigen berasal dari suatu konjugat igG dan antibodi berasal dari serum
spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk membersihkan sample dari material (HRP)
kemudian diberi label antibodi IgG konjugat. Konjugat ini dapat mengikat
antibodi spesifik HSV-II. komplek imun dibentuk oleh ikatan konjugat yang
ditambah dengan Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan memberikan reaksi berwarna
biru. Asam sulfur ditambahkan untuk menghentikan reaksi yang akan memberikan
reaksi warna kuning. Pembacaan reaksi dilakukan dengan mikrowell plate reader
ELISA dengan panjang gelombang 450 nm.
Interpretasi
hasil:
Jika
terdapat antibodi HSV-II berarti pernah terinfeksi HSV-II, virus dorman didalam
nervus sakralis dan pasien sedang menderita herpes genitalis.
Jika
antibodi HSV-II tidak ada berarti 95-98% anda tidak menderita herpes genital
kecuali anda baru saja terinfeksi HSV-II karena antibodi baru akan terbentuk 6
minggu kemudian, bahkan ada beberapa individu (1 diantara 5) baru mampu
membentuk antibodi tersebut setelah 6 bulan, oleh karena itu lebih baik
mengulang pemeriksaan 6-8 minggu kemudian.
Jika
terdapat antibodi HSV-I berarti anda mengalami infeksi HSV-I. Antibodi ini
tidak bisa mendeteksi virus yang dorman. Pada sebagian besar orang (>90%)
virus berada dalam syaraf mulut dan mata. Beberapa orang yang mempunyai infeksi
HSV-I pada genital dapat mempunyai antibodi dari infeksi HSV-I pada daerah
genital.
Jika
tidak terdapat antibodi HSV-I dan HSV-II, berarti anda tidak terinfeksi HSV-I
maupun HSV-II tetapi suatu ketika anda mungkin dapat terinfeksi. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa anda baru saja terinfeksi tetapi belum terbentuk antibodi.
Pada
infeksi primer, antibodi HSV-I dan II dapat terdeteksi pada hari-hari awal
setelah onset dari penyakit. Serokonversi terhadap kandungan antibodi Ig M dan
IgG diperlukan sebagai deteksi adanya infeksi primer, sebagai tambahan antibodi
IgA spesifik juga dapat terdeteksi mengikuti terbentuknya antibodi IgM dan IgG.
Ketika infeksi berjalan, antibodi IgM dan IgA belum terdeteksi beberapa
minggu-bulan ketika individu tersebut telah mempunyai antibodi IgG yang menetap
dalam tubuhnya untuk seumur hidup dan dalam titer yang tinggi (gambar A). Pola
serologis yang lain membuktikan kandungan IgG, IgM dan IgA pada kasus
reaktivasi dari infeksi laten atau periode reinfeksi (gambar B). Sebagian besar
serum sampel diambil dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi menunjukkan
peningkatan antibodi IgG yang signifikan. Peningkatan kadar antibodi IgA juga
sering ditemui, peningkatan serokonversi IgA pada kasus dimana juga terjadi
peningkatan kadar IgG menunjukkan bahwa serum sampel secara serologik
terinfeksi HSV.
2) Western
Blot Test, merupakan test yang sangat akurat untuk mendeteksi HSV, namun
harganya lebih mahal dibandingkan tes-tes yang lain dan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mengintepresentasikannya. Test ini merupakan metoda gold
standard dalam pemeriksaan antibodi. Tes ini hanya digunakan sebagai referensi
dan konfirmasi apabila tes dengan ELISA menunjukkan hasil yang meragukan. Test
ini memiliki ketelitian untuk menyimpulkan secara spesifik bahwa sample
benar-benar mengandung antibodi terhadap protein tertentu dari virus.
3) Biokit
HSV-II, merupakan tes untuk mendeteksi antibodi HSV tipe II. Tes ini merupakan
tes yang cepat, hanya kira-kira membutuhkan waktu 10 menit dan hasilnya juga
cepat ditunjukkan. Hasil positif ditunjukkan dengan dua warna merah yang lebih
tipis bila dibandingkan dengan kontrol. Jika antibodi HSV-II tidak ada, maka
hanya tampak satu warna merah. Jika hanya mengandung antibodi HSV-I maka hanya
akan ada satu tanda merah. Jika tidak terdapat tanda merah maka tes tersebut
tidak valid dan harus diulang.
(http://www.kulitkita.com/2009/03/pemeriksaan-serologi-herpes-simplek_03.html).
H. Penatalaksaan Herpes.
Penatalaksanaan
Herpes zoster
a) Pengobatan
1) Pengobatan
topical
Pada
stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah
Bila
vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
Apabila
lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin /
polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
2) Pengobatan
sistemik
Drug
of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan
replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan
keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau
parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca
kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic
neuralgia.
Antiviral
lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan
lewat infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid
dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon immune.
Analgesik
non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b) Penderita
dengan keluhan mata
Keterlibatan
seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis.
Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus
dapat diberikan
c) Neuralgia
Pasca Herpes zoster
Bila
nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka
dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75
mg/hari)
Tindak
lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian
terpenting perawatan
Intervensi
bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak
teratasi.(http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/herpes-zoster-atau-dampa.html).
Pada
prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam,
yaitu:
1) Terapi Spesifik;
a) Infeksi
primer
Topikal
: Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (tiap 3
jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya
gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif
dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA
& IHMF)
Sistemik
: Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan begitu
gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400 mg 5
kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang diminum
1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
b) Infeksi Rekuren
Terapi
rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis,
dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2
kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam
mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi supresif.
Terapi
Episodik:
Acycovir,
400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 3 x/hr,3 hr
Valacyclovir,
500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
Famciclovir,
125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
Terapi
Supresif:
Acyclovir
400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
Famciclovir
250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
Valacyclovir
500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
Valacyclovir
1 gr p.o 1x/hr selama 1 th
2) Terapi
Non-Spesifik;
Pengobatan
non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri dan
rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian
analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang
basah berupa jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah
infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian
antibiotic atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi
sekunder
Tujuan dari
terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan,
meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.( http://www.kulitkita.com/2009/03/penatalaksanaan-herpes-simplex.html).
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN HERPES
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas
Pasien
Di dalam
identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat
perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan
Utama
Gejala yang
sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri
pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase
awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
b. Riwayat
penyakit Sekarang
Penderita
merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan
berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok
dan penderita juga mengalami demam.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Tanyakan
kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
d. Riwayat
penyakit dahulu
Sering
diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini
e. Riwayat
psikososial.
Kaji respon
pasien terhadap penyakit byang diderita serta peran dalam keluarga dan
masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3. Pola
Kehidupan
a. Aktivitas
dan Istirahat
Apakah
pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola
Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana
pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia.
c. Pola
Aktifitas dan Latihan
Dengan
adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas pasien.
d. Pola
Hubungan dan peran
Klien akan
sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra
tubuh.
B. Pengkajian
fisik
1. Pengkajian
fisik
1) Keadaan
Umum
a. Tingkat
Kesadaran
b. TTV
2) Head
To Toe
a. Kepala
Bentuk
Kulit
kepala
b. Rambut
Warna rambut
hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata
(Penglihatan)
Posisi
simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada
penurunan penglihatan.
d. Hidung
(Penciuman)
Posisi
sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan
tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
e. Telinga
(Pendengaran)
Inspeksi
Daun
telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
Lubang
telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
Palpasi
Tidak
terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan mastoidius.
Pemeriksaan
pendengaran
Test
audiometric : 26 db (tuli ringgan)
Test
weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih keras.
Test
rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
f. Mulut
dan gigi
Mukosa bibir
lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan
gusi, dan gigi bersih.
g. Leher
Posisi
trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h. Thorak
Bentuk
: simetris
Pernafasan
: regular
Tidak
terdapat otot bantu pernafasan
i. Abdomen
Inspeksi
Bentuk
: normal simetris
Benjolan
: tidak terdapat benjolan
Palpasi
Tidak
terdapat nyeri tekan
Tidak
terdapat massa / benjolan
Tidak
terdapat tanda tanda asites
Tidak
terdapat pembesaran hepar
Perkusi
Suara
abdomen : tympani.
j. Reproduksi
Pada
pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagianglans
penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang
perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina,
dan serviks
Jika timbul
lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi
kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat
terjadi pembesaran kelenjar limferegional
k. Ekstremitas
Tidak
terdapat luka dan spasme otot.
l. Integument
Ditemukan
adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat
pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
C. Diagnosa
keperawatan herpes.
1. Gangguan
rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi virus
2. Gangguan
integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
3. Gangguan
citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.
4. Potensial
terjadi penyebaran penyakit b.d infeksi virus
D. Rencana
keperawatan.
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanaan
Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Keperawatan
|
1.
|
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d
proses inflamasi virus.
|
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah
tindakan keperawatan
Kriteria hsil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bias istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang
|
·
Kaji kualitas
& kuantitas nyeri
·
Kaji
respon klien terhadap nyeri
·
Jelaskan
tentang proses penyakitnya
·
Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi
·
Hindari
rangsangan nyeri
·
Libatkan
keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
·
Kolaborasi
pemberian analgetik sesuai program
|
2.
|
Gangguan integritas kulit b.d
vesikel yang mudah pecah.
|
Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali
dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi
|
·
Kaji
tingkat kerusakan kulit
·
Jauhkan
lesi dari manipulasi dan kontaminasi
·
Kelola tx
topical sesuai program
·
Berikan
diet TKTP
|
3.
|
Gangguan citra tubuh b.dperubahan
penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gangguan citra tubuh akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Klien mengatakan dan menunjukkan
penerimaan atas penampilannya
Menunjukkan keinginan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri
Melakukan pola-pola penanggulangan
yang baru
|
Ciptakan
hubungan saling percaya antara klien-perawat.
Dorong
klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara iamerasakan ,
berpikir, atau memandang dirinya.
Jernihkan
kesalahan konsepsi individu tentang dirinya, penatalaksanaan,atau perawatan
dirinya.
Hindari
mengkritik .
Jaga
privasi dan lingkungan individu.
Berikan
informasi yang dapat dipercaya dan penjelasan informasi yangtelah diberikan.
Tingkatkan
interaksi social.
Dorong
klien untuk melakukan aktivitas.
Hindari
sikap terlalu melindungi, tetapi terbatas pada permintaan individu.
Dorong
klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Beri
kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
Lakukan
diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian kliendan pentingnya
sistem daya dukungan bagi mereka.
Dorong
klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.
|
4.
|
Potensial terjadi penyebaran
penyakit b.d infeksi virus
|
Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi
penyebaran penyakit
|
·
Isolasikan
klien
·
Gunakan
teknik aseptic dalam perawatannya
·
Batasi
pengunjung dan minimalkan kontak langsung
·
Jelaskan
pada klien/keluarga proses penularannya
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan
pruritus.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri berhubungan dengan erupsi
dermal).
3. Resiko penularan infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari organisme.
4. Gangguan pola istirahat (tidur) berhubungan dengan nyeri
pada daerah lesi.
5. Ansieta berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit.
6. Gangguan kosep diri (gambaran diri berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik).
5. PERENCANAAN
Diagnosa I :
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi
Tujuan : integritas kulit mulai kembali
normal dalam waktu ..... jam ...
Kriteria hasil :
− Mulai terjadi granulasi pada daerah lesi
− Tidak ada tanga-tanda infeksi
− Lesi mulai mengering
Rencana tindakan:
1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. Kaji/catat ukuran, warna, luka, perhatikan jaringan
yang nekrotik dan kondisi sekitar luka.
3. Lakukan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol
infeksi.
4. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi
5. Kaji tanda-tanda infeksi
6. Anjurkan pasien untuk selalu cuci tangan
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
(asiklovir 5 x 800mg/hari).
Rasional:
1. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan dan dapat
kooperatif.
2. Mengetahui ukuran dan warna luka serta adanya jaringan
yang nekrotik (mengetahui keadaan luka dan keadaan sekitar luka).
3. Mempermudah terjadinya granulasi dan meminimalkan resiko
infeksi.
4. Mengoptimalkan proses pengobatan.
5. Mengetahui dari dini terjadinya infeksi.
6. Menjaga kebersihan dan meminimalkan terjadinya penyebaran
infeksi.
7. Mempercepat proses penyembuahn.
Diagnosa II : gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
erupsidermal.
Tujuan : nyeri berkurang atau dapat terkontrol dalam waktu ..... jam....
Kriteria hasil :
− Pasien tampak tenang
− Nyeri skala 2 – 3
− Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada pasien rasa nyeri
2. Kaji skala nyeri, frekuensim daerah, nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
4. Anjurkan pasien untuk napas panjang
5. Berikan posisi yang aman
6. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
8. Observasi tanda-tanda vital
Rasional:
1. Pasien mengerti penyebab rasa nyeri dan mengurangi rasa
cemas
2. Mengetahui derajat nyeri
3. Mengurangi rasa nyeri
4. Dengan napas panjang nyeri dapat berkurang dan terkontrol
5. Pasien akan merasa nyaman
6. Pasien merasa tenang dan nyaman
7. Analgetik dapat menurunkan rasa nyeri
8. Mengetahui perkembangan penyakit
Diagnosa III : resiko penularan infeksi berhubungan dengan sifat
dari organisme.
Tujuan : tidak terjadi penularan infeksi
Kriteria hasil;
− Tidak terjadi tanda-tanda infeksi didaerah lesi lain
− Lesi yang ada didaerah lain kering
Rencana tindakan:
1. Pasien tindakan yang dilakukan dan kooperatif
2. Untuk mengetahui jenis luka
3. Mempermudah terjadinya granulasi dan meminimalkan
terjadinya infeksi.
4. Untuk mengetahui dari dini terjadinya infeksi
5. Menjaga kebersihan dan meminimalkan terjadinya penyebaran
infeksi
6. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan
meliputi beberapa bagian yaitu validasi keperawatan, pemberian asuhan
keperawatan dan pengumpulan data (Lismidar, 1990).
7. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya (Effendi,
1995).
BAB IV
KESIMPULAN
Herpes
zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella – Zoster
yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral,
dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu
ganglion saraf sensoris.
Herpes
simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens
Herpes
zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . virus varicella
zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid
tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya
150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic , deterjen,
enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21
hari
Secara
umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut
1) Herpes
Virus Hominis (HVH).
2) Herpes
Simplex Virus (HSV)
3) Varicella
Zoster Virus (VZV)
4) Epstein
Bar Virus (EBV)
5) Citamoga
lavirus (CMV)