Selasa, 08 Oktober 2013

CA Paru



Kanker Paru   


DEFINISI
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru.

Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita.
Kanker paru-paru juga merupakan penyebab utama dari kematian akibat kanker.

Jenis Kanker Paru-paru

Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari:
  Karsinoma sel skuamosa
  Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum
  Karsinoma sel besar
  Adenokarsinoma.

Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.

Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah:
  Adenoma (bisa ganas atau jinak)
  Hamartoma kondromatous (jinak)
  Sarkoma (ganas)

Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

Description: Adenokarsinoma paruAdenokarsinoma Sel Skuamosa

PENYEBAB
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita.
Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.

Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja.
Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.

Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.

Karsinoma Sel BesarKarsinoma Sel Kecil

Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% kasus pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.

Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.

Peranan polusi udara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut akibat penyakit paru-paru lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.

Karsinoma Sel BesarKarsinoma Sel Kecil

GEJALA
Gejala kanker paru-paru tergantung kepada jenis, lokasi dan cara penyebarannya.

Biasanya gejala utama adalah batuk yang menetap.
Penderita bronkitis kronis yang menderita kanker paru-paru seringkali menyadari bahwa batuknya semakin memburuk.

Dahak bisa mengandung darah.
Jika kanker tumbuh ke dalam pembuluh darah dibawahnya, bisa menyebabkan perdarahan hebat.

Kanker bisa menyebabkan bunyi mengi karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker.
Penyumbatan bronkus bisa menyebabkan kolaps pada bagian paru-paru yang merupakan percabangan dari bronkus tersebut, keadaan ini disebut atelektasis
Akibat lainnya adalah pneumonia dengan gejala berupa batuk, demam, nyrei dada dan sesak nafas.

Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.

Gejala yang timbul kemudian adalah hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan dan kelemahan.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung.

Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma Horner, yang terdiri dari:
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.

Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara sehingga suara penderita menjadi serak.

Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.

Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:
- irama jantung yang abnormal
- pembesaran jantung
- penimbunan cairan di kantong perikardial.
Kanker juga bisa tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas:
- vena di dinding dada akan membesar
- wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan tampak berwarna keunguan.
Keadaan ini juga menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing dan perasaan mengantuk. Gejala tersebut biasanya akan memburuk jika penderita membungkuk ke depan atau berbaring.

Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil.
Gejalanya berupa gagal hati, kebingungan, kejang dan nyeri tulang; yang bisa timbul sebelum terjadinya berbagai kelainan paru-paru, sehingga diagnosis dini sulit ditegakkan.

Beberapa kanker paru-paru menimbulkan efek di tempat yang jauh dari paru-paru, seperti kelainan metabolik, kelainan saraf dan kelainan otot (sindroma paraneoplastik).
Sindroma ini tidak berhubungan dengan ukuran maupun lokasi dari kanker dan tidak selalu menunjukkan bahwa kanker telah menyebar keluar dada; sindroma ini disebabkan oleh bahan yang dikeluarkan oleh kanker.
Gejalanya bisa merupakan petanda awal dari kanker atau merupakan petunjuk awal bahwa kanker telah kembali, setelah dilakukannya pengobatan.
Salah satu contoh dari sindroma paraneoplastik adalah sindroma Eaton-Lambert, yang ditandai dengan kelemahan otot yang luar biasa. Contoh lainnya adalah kelemahan otot dan rasa sakit karena peradangan (polimiositis), yang bisa disertai dengan peradangan kulit (dermatomiositis).

Beberapa kanker paru-paru melepaskan hormon atau bahan yang menyerupai hormon, sehingga terjadi kadar hormon yang tinggi.
Karsinoma sel kecil menghasilkan kortikotropin (menyebabkan sindroma Cushing) atau hormon antidiuretik (menyebabkan penimbunan cairan dan kadar natrium yang rendah di dalam darah).
Pembentukan hormon yang berlebihan juga bisa menyebabkan sindroma karsinoid, yaitu berupa kemerahan, bunyi nafas mengi, diare dan kelainan katup jantung.
Karsinoma sel skuamosa melepaskan bahan menyerupai hormon yang menyebabkan kadar kalsium darah sangat tinggi.

Sindroma hormonal lainnya yang berhubungan dengan kanker paru-paru adalah:
- pembesaran payudara pada pria (ginekomastia)
- kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme)
- perubahan kulit (kulit di ketiak menjadi lebih gelap).
Kanker paru-paru juga bisa menyebabkan perubahan bentuk jari tangan dan jari jkaki dan perubahan pada ujung tulang-tulang panjang, yang bisa terlihat pada rontgen.

DIAGNOSA
Jika seseorang (terutama perokok) mengalami batuk yang menetap atau semakin memburuk atau gejala paru-paru lainnya, maka terdapat kemungkinan terjadinya kanker paru-paru.
Kadang petunjuk awalnya berupa ditemukannya bayangan pada rontgen dada dari seseorang yang tidak menunjukkan gejala. Rontgen dada bisa menemukan sebagian besar tumor paru-paru, meskipun tidak semua bayangan yang terlihat merupakan kanker.

Biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan, yang kadang berasal dari dahak penderita (sitologi dahak). Untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan, dilakukan bronkoskopi.

CT scan bisa menunjukkan bayangan kecil yang tidak tampak pada foto rontgen dada dan bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Untuk mengetahui adanya penyebaran ke hati, kelenjar adrenal atau otak, dilakukan CT scan perut dan otak.

Penyebaran ke tulang bisa dilihat melalui skening tulang. Kadang dilakukan biopsi sumsum tulang, karena karsinoma sel kecil cenderung menyebar ke sumsum tulang

Penggolongan (stadium) kanker dilakukan berdasarkan:
- ukuran tumor
- penyebaran ke kelenjar getah bening di dekatnya
- penyebaran ke organ lain.
Stadium ini digunakan untuk menentukan jenis pengobatan yang akan dilakukan dan ramalan penyakit pada penderita.

PENGOBATAN
Tumor bronkial jinak biasanya diangkat melalui pembedahan karena bisa menyumbat bronki dan lama-lama bisa menjadi ganas.
Kadang dilakukan pembedahan pada kanker selain karsinoma sel kecil yang belum menyebar. Sekitar 10-35% kanker bisa diangkat melalui pembedahan, tetapi pembedahan tidak selalu membawa kesembuhan.

Sekitar 25-40% penderita tumor yang terisolasi dan tumbuh secara perlahan, memiliki harapan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Penderita ini harus melakukan pemeriksaan rutin karena kanker paru-paru kambuh kembali pada 6-12% penderita yang telah menjalani pembedahan.

Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru-paru untuk menentukan apakah paru-paru yang tersisa masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Jika hasilnya jelek, maka tidak mungkin dilakukan pembedahan.
Pembedahan tidak perlu dilakukan jika:
- kanker telah menyebar keluar paru-paru
- kanker terlalu dekat dengan trakea
- penderita memiliki keadaan yang serus (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru yang berat).

Terapi penyinaran dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pembedahan karena mereka memiliki penyakit lain yang serius.
Tujuan dari penyinaran adalah memperlambat pertumbuhan kanker, bukan untuk penyembuhan. Terapi penyinaran juga bisa mengurangi nyeri otot, sindroma vena kava superior dan penekanan saraf tulang belakang. Tetapi terapi penyinaran bisa menyebabkan peradang paru-paru (pneumonitis karena penyinaran), dengan gejala berupa batuk, sesak nafas dan demam. Gejala ini bisa dikurangi dengan corticosteroid (misalnya
prednisone).

Pada saat terdiagnosis, karsinoma sel kecil hampir selalu telah menyebar ke bagian tubuh lainnya, sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Kanker ini diobati dengan kemoterapi, kadang disetai terapi penyinaran.

Penderita kanker paru-paru banyak yang mengalami penurunan fungsi paru-paru. Untuk mengurangi gangguan pernafasan bisa diberikan terapi oksigen dan obat yang melebarkan saluran udara (bronkodilator).

PENCEGAHAN
Tidak ada cara pasti untuk mencegah kanker paru-paru, tetapi Anda dapat mengurangi risiko jika Anda:
  1. Tidak merokok. Jika Anda belum pernah merokok, jangan mulai. Bicaralah dengan anak-anak Anda untuk tidak merokok sehingga mereka bisa memahami bagaimana untuk menghindari faktor risiko utama kanker paru-paru. Banyak perokok mulai merokok di usia remaja. Memulai percakapan tentang bahaya merokok dengan anak-anak Anda lebih awal sehingga mereka tahu bagaimana harus bereaksi terhadap tekanan teman sebaya.
  2. Berhenti merokok. Berhenti merokok sekarang. Berhenti merokok mengurangi risiko kanker paru-paru, bahkan jika anda telah merokok selama bertahun-tahun. Konsultasi dengan dokter Anda tentang strategi dan bantuan berhenti merokok yang dapat membantu Anda berhenti. Pilihan meliputi produk pengganti nikotin, obat-obatan dan kelompok-kelompok pendukung.
  3. Hindari asap rokok. Jika Anda tinggal atau bekerja dengan perokok, dorong dia untuk berhenti. Paling tidak, minta dia untuk merokok di luar. Hindari daerah di mana orang merokok, seperti bar dan restoran, dan memilih area bebas asap.
  4. Tes radon rumah Anda. Periksa kadar radon di rumah Anda, terutama jika Anda tinggal di daerah di mana radon diketahui menjadi masalah. Kadar radon yang tinggi dapat diperbaiki untuk membuat rumah Anda lebih aman. Untuk informasi mengenai tes radon, hubungi departemen kesehatan.
  5. Hindari karsinogen di tempat kerja. Tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari paparan bahan kimia beracun di tempat kerja. Perusahaan Anda harus memberitahu Anda jika Anda terkena bahan kimia berbahaya di tempat kerja Anda. Ikuti tindakan pencegahan atasan Anda. Misalnya, jika Anda diberi masker untuk perlindungan, selalu memakainya. Tanyakan kepada dokter apa lagi yang bisa Anda lakukan untuk melindungi diri di tempat kerja. Resiko kerusakan paru-paru dari karsinogen ini meningkat jika Anda merokok.
  6. Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan nutrisi yang terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil, karena mungkin akan berbahaya. Sebagai contoh, para peneliti berharap untuk mengurangi risiko kanker paru-paru pada perokok berat memberi mereka suplemen beta karoten. Hasilnya menunjukkan suplemen benar-benar meningkatkan risiko kanker pada perokok.
  7. Minum alkohol dalam jumlah sedang, jika bisa sama sekali tidak. Batasi diri Anda untuk satu gelas sehari jika anda seorang wanita atau dua gelas sehari jika anda seorang laki-laki. Setiap orang usia 65 atau lebih tua harus minum alkohol tidak lebih dari satu gelas satu hari.
  8. Olah raga. Capaiminimal 30 menit oalh raga pada setiap hari dalam seminggu. Periksa dengan dokter Anda terlebih dahulu jika Anda belum berolahraga secara teratur. Mulailah perlahan-lahan dan terus menambahkan lebih aktivitas. Bersepeda, berenang dan berjalan adalah pilihan yang baik. Tambahkan latihan sepanjang hari Anda - melalui taman waktu pergi kerja dan berjalan sepanjang jalan atau naik tangga ketimbang lift.

Read More ->>

Kamis, 19 September 2013

SOP Pemeriksaan Gula Darah



STANDART OPERATING PROSEDUR (SOP)
“ PEMERIKSAAN GULA DARAH ”



Pengertian
Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar gula darah seseorang.
Macam- macam pemeriksaan gula darah:
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa ≤ 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian  sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) ≤ 200 mg/dl.
Indikasi
Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Petugas
1.Mahasiswa semester IV
2.Perawat
Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar gula pada pasien.
2. Mengungkapkan tentang proses penyakit dan pengobatannya.
Persiapan Alat
1.     Glukometer
2.     Kapas Alkohol
3.     Hand scone
4.     Stik GDA
5.     Lanset
6.     Bengkok
7.     Sketsel
Persiapan Lingkungan
Menjaga privace klien.
Prosedur kerja
1.      Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
2.      Mencuci tangan.
3.      Pasang sketsel.
4.      Memakai handscone
5.      Atur posisi pasien senyaman mungkin.
6.      Dekatkan alat di samping pasien.
7.      Pastikan alat bisa digunakan.
8.      Pasang stik GDA pada alat glukometer.
9.      Menusukkan lanset di jari tangan pasien.
10.  Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik   GDA.
11.  Meletakkan stik GDA dijari tangan pasien.
12.  Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
13.  Alat glukometer akan berbunyi dan hasil sudah bisa dibaca.
14.  Membereskan dan mencici alat.
15.  Mencuci tangan.
Evaluasi Sikap
1. Sabar
2. Teliti
3. Sopan-santun

Read More ->>

konsep Dasar Herpez



ASUHAN KEPERAWATAN HERPES

Firman Nur Rahman

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella – Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf sensoris.
Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens
Penyakt infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)

B.     Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka penderita antara laki-laki dan perempuan, angka penderita meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.
Sedangkan epidemiologi Herpes simpleks virus tipe II ditemukan pada wanita pelacur 10x lebih tinggi daripada wanita normal. Sedangkan HSV tipe I sering dijumpai pada kelompok dengan sosioekonomi rendah.

C.     Klasifikasi
Herpes zoster dapat dibedakan menjadi :
a)      Herpes zoster generalisata
Adalah herpes yang unilateral dan segmental ditambah dengan penyebaran secara generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
b)      Herpes zoster oftalmikus
Adalah herpes zoster yang didalamnya terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus yang menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.
Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :

a)      Virus herpes simpleks tipe 1
Menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
b)      Virus herpes simpleks tipe 2
Hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.

D.    Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.

a)       Faktor Resiko Herpes zoster

1)      Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2)      Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3)      Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4)      Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
b)      Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster
1)      Trauma / luka
2)      Kelelahan
3)      Demam
4)      Alkohol
5)      Gangguan pencernaan
6)      Obat – obatan
7)      Sinar ultraviolet
8)      Haid
9)      Stress

Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
1)      Herpes Virus Hominis (HVH).
2)      Herpes Simplex Virus (HSV)
3)      Varicella Zoster Virus (VZV)
4)      Epstein Bar Virus (EBV)
5)      Citamoga lavirus (CMV)

Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.
Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II

HSV tipe I
HSV tipe II
Predileksi
Kulit dan mukosa di luar
Kulit dan mukosa daerah genetalia dan perianal
Kultur pada chorioallatoic membran (CAM) dari telur ayam
Membentuk bercak kecil
Membentuk pock besar dan tebal
Serologi
Antibodi terhadap HSV tipe I
Antibodi terhadap HSV tipe II
Sifat lain
Tidak bersifat onkogeni
Bersifat onkogeni


Faktor pencetus replikasi virus penyebab herpes simpleks :
a)      Herpes oro-labial.
  Suhu dingin.
  Panas sinar matahari.
  Penyakit infeksi (febris).
  Kelelahan.
  Menstruasi.
b)      Herpes Genetalis
  Faktor pencetus pada herpes oro-labial.
  Hubungan seksual.
  Makanan yang merangsang.
  Alcohol.
c)      Keadaan yang menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
  Penyakit DM berat.
  Kanker.
  HIV.
  Obat-obatan (Imunosupresi, Kortikosteroid).
  Radiasi.


E.     Manifestasi Kliniks
Herpes zoster
a)      Gejala prodomal
  Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari.
  Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
  Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
  Gejala yang mempengaruhi mata :  Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b)       Timbul erupsi kulit
  Kadang terjadi limfadenopati regional
  Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
  Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
  Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai hari ke 7
  Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)
  Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.

Herpes simpleks
Masa inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung dalam 3 fase, yakni:

1)      Fase Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
  Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
  Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
  Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah sehingga menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang kemerahan (eritematus), dan nyeri.
  Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan nyeri otot.
  Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang Herpes genitalis.

2)      Fase Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun kekambuhan terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor pencetus, misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan perlukaan setelah hubungan intim.
  Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih ringan. Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh (unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya dapat hilang dalam 5 hingga 7 hari.
  Sebelum muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan nyeri.

3)      Fase Laten
Fase ini berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat ditemukan dlm keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis

F.      Patofisiologi
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :
  Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
  Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
  Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.


G.    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1)      Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2)      Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus
3)      Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4)      Pemeriksaan histopatologik
5)      Pemerikasaan mikroskop electron
6)      Kultur virus
7)      Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8)      Deteksi antibody terhadap infeksi virus
Pemeriksaan penunjang untuk infeksi HSV (herpes simpleks virus dapat dilakukan secara virologi maupun serologi, masing-masing contoh pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

a)      Virologi
1)      Mikroskop cahaya. Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan pada permukaan mukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel yang membesar menyerupai balon (ballooning) dan ditemukan fusi. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
2)      Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi). Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang dibekukan. Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan cahaya elektron (90% sensitif, 90% spesifik) tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat dicocokkan dengan kultur virus.
3)      PCR, Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih sensitif dibandingkan kultur viral tradisional (sensitivitasnya >95 %, dibandingkan dengan kultur yang hanya 75 %). Tetapi penggunaannya dalam mendiagnosis infeksi HSV belum dilakukan secara reguler, kemungkinan besar karena biayanya yang mahal. Tes ini biasa digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena hasilnya yang lebih cepat dibandingkan kultur virus.6
4)      Kultur Virus, Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari. Jika tes ini (+), hampir 100% akurat, khususnya jika cairan berasal dari vesikel primer daripada vesikel rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Sejak virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal.

b)      Serologi
Pemeriksaan serologi ini direkomendasikan kepada orang yang mempunyai gejala herpes genital rekuren tetapi dari hasil kultur virus negatif, sebagai konfirmasi pada orang-orang yang terinfeksi dengan gejala- gejala herpes genital, menentukan apakah pasangan seksual dari orang yang terdiagnosis herpes genital juga terinfeksi dan orang yang mempunyai banyak pasangan sex dan untuk membedakan dengan jenis infeksi menular sexual lainnya. Sample pada pemeriksaan serologi ini diambil dari darah atau serum. Pemeriksaannya dapat berupa :
1)      ELISA, Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan antibodi, dimana antigen berasal dari suatu konjugat igG dan antibodi berasal dari serum spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk membersihkan sample dari material (HRP) kemudian diberi label antibodi IgG konjugat. Konjugat ini dapat mengikat antibodi spesifik HSV-II. komplek imun dibentuk oleh ikatan konjugat yang ditambah dengan Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan memberikan reaksi berwarna biru. Asam sulfur ditambahkan untuk menghentikan reaksi yang akan memberikan reaksi warna kuning. Pembacaan reaksi dilakukan dengan mikrowell plate reader ELISA dengan panjang gelombang 450 nm.
Interpretasi hasil:
  Jika terdapat antibodi HSV-II berarti pernah terinfeksi HSV-II, virus dorman didalam nervus sakralis dan pasien sedang menderita herpes genitalis.
  Jika antibodi HSV-II tidak ada berarti 95-98% anda tidak menderita herpes genital kecuali anda baru saja terinfeksi HSV-II karena antibodi baru akan terbentuk 6 minggu kemudian, bahkan ada beberapa individu (1 diantara 5) baru mampu membentuk antibodi tersebut setelah 6 bulan, oleh karena itu lebih baik mengulang pemeriksaan 6-8 minggu kemudian.
  Jika terdapat antibodi HSV-I berarti anda mengalami infeksi HSV-I. Antibodi ini tidak bisa mendeteksi virus yang dorman. Pada sebagian besar orang (>90%) virus berada dalam syaraf mulut dan mata. Beberapa orang yang mempunyai infeksi HSV-I pada genital dapat mempunyai antibodi dari infeksi HSV-I pada daerah genital.
  Jika tidak terdapat antibodi HSV-I dan HSV-II, berarti anda tidak terinfeksi HSV-I maupun HSV-II tetapi suatu ketika anda mungkin dapat terinfeksi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda baru saja terinfeksi tetapi belum terbentuk antibodi.
  Pada infeksi primer, antibodi HSV-I dan II dapat terdeteksi pada hari-hari awal setelah onset dari penyakit. Serokonversi terhadap kandungan antibodi Ig M dan IgG diperlukan sebagai deteksi adanya infeksi primer, sebagai tambahan antibodi IgA spesifik juga dapat terdeteksi mengikuti terbentuknya antibodi IgM dan IgG. Ketika infeksi berjalan, antibodi IgM dan IgA belum terdeteksi beberapa minggu-bulan ketika individu tersebut telah mempunyai antibodi IgG yang menetap dalam tubuhnya untuk seumur hidup dan dalam titer yang tinggi (gambar A). Pola serologis yang lain membuktikan kandungan IgG, IgM dan IgA pada kasus reaktivasi dari infeksi laten atau periode reinfeksi (gambar B). Sebagian besar serum sampel diambil dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi menunjukkan peningkatan antibodi IgG yang signifikan. Peningkatan kadar antibodi IgA juga sering ditemui, peningkatan serokonversi IgA pada kasus dimana juga terjadi peningkatan kadar IgG menunjukkan bahwa serum sampel secara serologik terinfeksi HSV.
2)      Western Blot Test, merupakan test yang sangat akurat untuk mendeteksi HSV, namun harganya lebih mahal dibandingkan tes-tes yang lain dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengintepresentasikannya. Test ini merupakan metoda gold standard dalam pemeriksaan antibodi. Tes ini hanya digunakan sebagai referensi dan konfirmasi apabila tes dengan ELISA menunjukkan hasil yang meragukan. Test ini memiliki ketelitian untuk menyimpulkan secara spesifik bahwa sample benar-benar mengandung antibodi terhadap protein tertentu dari virus.
3)      Biokit HSV-II, merupakan tes untuk mendeteksi antibodi HSV tipe II. Tes ini merupakan tes yang cepat, hanya kira-kira membutuhkan waktu 10 menit dan hasilnya juga cepat ditunjukkan. Hasil positif ditunjukkan dengan dua warna merah yang lebih tipis bila dibandingkan dengan kontrol. Jika antibodi HSV-II tidak ada, maka hanya tampak satu warna merah. Jika hanya mengandung antibodi HSV-I maka hanya akan ada satu tanda merah. Jika tidak terdapat tanda merah maka tes tersebut tidak valid dan harus diulang. (http://www.kulitkita.com/2009/03/pemeriksaan-serologi-herpes-simplek_03.html).

H.    Penatalaksaan Herpes.
Penatalaksanaan Herpes zoster

a)      Pengobatan
1)      Pengobatan topical
  Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
  Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
  Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
2)      Pengobatan sistemik
  Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
  Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
  Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.
  Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.

b)      Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
c)      Neuralgia Pasca Herpes zoster
  Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
  Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan
  Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi.(http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/herpes-zoster-atau-dampa.html).
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam, yaitu:
1)       Terapi Spesifik;

a)      Infeksi primer
  Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (tiap 3 jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA & IHMF)
  Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
b)      Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi supresif.
  Terapi Episodik:
  Acycovir, 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 3 x/hr,3 hr
  Valacyclovir, 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
  Famciclovir, 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
  Terapi Supresif:
  Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
  Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
  Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
  Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th

2)      Terapi Non-Spesifik;
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotic atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder
Tujuan dari terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan, meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.( http://www.kulitkita.com/2009/03/penatalaksanaan-herpes-simplex.html).










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HERPES
A.    Pengkajian
1.      Biodata
a.       Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

2.      Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
b.      Riwayat penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
c.       Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
e.       Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit byang diderita serta peran dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3.      Pola Kehidupan
a.       Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b.      Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia.
c.       Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas pasien.
d.      Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra tubuh.


B.     Pengkajian fisik
1.      Pengkajian fisik
1)      Keadaan Umum
a.       Tingkat Kesadaran
b.      TTV
2)      Head To Toe
a.       Kepala
  Bentuk
  Kulit kepala
b.      Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c.       Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada penurunan penglihatan.
d.      Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
e.       Telinga (Pendengaran)
  Inspeksi
  Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
  Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
  Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan mastoidius.
  Pemeriksaan pendengaran
  Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
  Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih keras.
  Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
f.       Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g.      Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h.      Thorak
  Bentuk : simetris
  Pernafasan : regular
  Tidak terdapat otot bantu pernafasan
i.        Abdomen
  Inspeksi
  Bentuk : normal simetris
  Benjolan : tidak terdapat benjolan
  Palpasi
  Tidak terdapat nyeri tekan
  Tidak terdapat massa / benjolan
  Tidak terdapat tanda tanda asites
  Tidak terdapat pembesaran hepar
  Perkusi
  Suara abdomen : tympani.
j.        Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks
Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional

k.      Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l.        Integument
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
C.    Diagnosa keperawatan herpes.

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi virus
2.      Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
3.      Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.
4.      Potensial terjadi penyebaran penyakit b.d infeksi virus 







D.    Rencana keperawatan.

No

Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi virus.
Tujuan : 
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan

Kriteria hsil :

Rasa nyeri berkurang/hilang

Klien bias istirahat dengan cukup

Ekspresi wajah tenang


·                     Kaji kualitas & kuantitas nyeri

·                     Kaji respon klien terhadap nyeri

·                     Jelaskan tentang proses penyakitnya

·                     Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

·                     Hindari rangsangan nyeri

·                     Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik

·                     Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2.
Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah.
Tujuan : 
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari

Kriteria hasil :

Tidak ada lesi baru

Lesi lama mengalami involusi


·                     Kaji tingkat kerusakan kulit

·                     Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi

·                     Kelola tx topical sesuai program

·                     Berikan diet TKTP
3.
Gangguan citra tubuh b.dperubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.
Tujuan : 
Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan citra tubuh akan hilang/berkurang

Kriteria hasil :

Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya


Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri


Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru

  Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.
  Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara iamerasakan , berpikir, atau memandang dirinya.
  Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang dirinya, penatalaksanaan,atau perawatan dirinya.
  Hindari mengkritik .
  Jaga privasi dan lingkungan individu.
  Berikan informasi yang dapat dipercaya dan penjelasan informasi yangtelah diberikan.
  Tingkatkan interaksi social.
  Dorong klien untuk melakukan aktivitas.
  Hindari sikap terlalu melindungi, tetapi terbatas pada permintaan individu.
  Dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
  Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
  Lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian kliendan pentingnya sistem daya dukungan bagi mereka.
  Dorong klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.
4.
Potensial terjadi penyebaran penyakit b.d infeksi virus
Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit


·                     Isolasikan klien

·                     Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya

·                     Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung

·                     Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya



DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus.
2.    Gangguan rasa nyaman (nyeri berhubungan dengan erupsi dermal).
3.    Resiko penularan infeksi berhubungan dengan sifat menular dari organisme.
4.    Gangguan pola istirahat (tidur) berhubungan dengan nyeri pada daerah lesi.
5.    Ansieta berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
6.    Gangguan kosep diri (gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik).

5.    PERENCANAAN
Diagnosa I    : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi
Tujuan        : integritas kulit mulai kembali normal dalam waktu ..... jam ...
Kriteria hasil    :
−    Mulai terjadi granulasi pada daerah lesi
−    Tidak ada tanga-tanda infeksi
−    Lesi mulai mengering

Rencana tindakan:
1.    Jelaskan tindakan yang akan dilakukan
2.    Kaji/catat ukuran, warna, luka, perhatikan jaringan yang  nekrotik dan kondisi sekitar luka.
3.    Lakukan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
4.    Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi
5.    Kaji tanda-tanda infeksi
6.    Anjurkan pasien untuk selalu cuci tangan
7.    Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi (asiklovir 5 x 800mg/hari).


Rasional:
1.    Pasien mengerti tindakan yang dilakukan dan dapat kooperatif.
2.    Mengetahui ukuran dan warna luka serta adanya jaringan yang nekrotik (mengetahui keadaan luka dan keadaan sekitar luka).
3.    Mempermudah terjadinya granulasi dan meminimalkan resiko infeksi.
4.    Mengoptimalkan proses pengobatan.
5.    Mengetahui dari dini terjadinya infeksi.
6.    Menjaga kebersihan dan meminimalkan terjadinya penyebaran infeksi.
7.    Mempercepat proses penyembuahn.


Diagnosa II : gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan erupsidermal.
Tujuan : nyeri berkurang atau dapat terkontrol dalam waktu ..... jam....
Kriteria hasil :
−    Pasien tampak tenang
−    Nyeri skala 2 – 3
−    Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan:
1.    Jelaskan pada pasien rasa nyeri
2.    Kaji skala nyeri, frekuensim daerah, nyeri
3.    Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
4.    Anjurkan pasien untuk napas panjang
5.    Berikan posisi yang aman
6.    Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
7.    Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
8.    Observasi tanda-tanda vital


Rasional:
1.    Pasien mengerti penyebab rasa nyeri dan mengurangi rasa cemas
2.    Mengetahui derajat nyeri
3.    Mengurangi rasa nyeri
4.    Dengan napas panjang nyeri dapat berkurang dan terkontrol
5.    Pasien akan merasa nyaman
6.    Pasien merasa tenang dan nyaman
7.    Analgetik dapat menurunkan rasa nyeri
8.    Mengetahui perkembangan penyakit


Diagnosa III : resiko penularan infeksi berhubungan dengan sifat dari organisme.
Tujuan : tidak terjadi penularan infeksi
Kriteria hasil;
−    Tidak terjadi tanda-tanda infeksi didaerah lesi lain
−    Lesi yang ada didaerah lain kering
Rencana tindakan:
1.    Pasien tindakan yang dilakukan dan kooperatif
2.    Untuk mengetahui jenis luka
3.    Mempermudah terjadinya granulasi dan meminimalkan terjadinya infeksi.
4.    Untuk mengetahui dari dini terjadinya infeksi
5.    Menjaga kebersihan dan meminimalkan terjadinya penyebaran infeksi

6.    IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan meliputi beberapa bagian yaitu validasi keperawatan, pemberian asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Lismidar, 1990).

7.    EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya (Effendi, 1995).


 












BAB  IV
KESIMPULAN

  Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella – Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf sensoris.
  Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens
  Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari
  Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut
1)      Herpes Virus Hominis (HVH).
2)      Herpes Simplex Virus (HSV)
3)      Varicella Zoster Virus (VZV)
4)      Epstein Bar Virus (EBV)
5)      Citamoga lavirus (CMV)

Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.

A Good Book Is A Great Friend

Translate

Pengikut

cara pasang animasi naruto bergerak gif di blog

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *